Monumen Pers Nasional terletak di Jl. Gajahmada Solo. Bangunan ini didirikan untuk memperingati Hari Jadi Pers, yaitu hari pertemuan para wartawan seluruh Indonesia (PWI) pada tanggal 9 Februari 1946. Di dalam Monumen Pers tersimpan naskah dan dokumen kuno yang merupakan bukti-bukti sejarah perjalanan pers nasional dan perjuangan bangsa Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, kemerdekaan, hingga zaman pemerintahan saat ini. Oleh karena itu Monumen Pers Nasional tepat menjadi objek wisata pendidikan.
Monumen ini didirikan guna mengenang jasa-jasa para tokoh pers nasional. Mengapa dipilih kota Solo, menurut beberapa penulusuran pustaka para tokoh-tokoh pers nasional tersebut memulai gerakan menentang Belanda melalui media massa [pers] diawali dari kota ini. Di Kota inilah tempat berkumpulnya tokoh-tokoh tersebut guna membahas agenda strategis dalam melawan pemberitaan Belanda pada waktu itu. Di kota Solo-lah sebagian besar tokoh pers nasional juga dibesarkan.
Monumen Pers Nasional memiliki sebuah bangunan induk [bagian tengah] yang berfungsi sebagai hall atau aula atau convention hall bahasa kerennya. Selain itu, disini juga dilengkapi dengan ruang perpustakaan, ruang pameran, museum dan ruang konservasi dan koleksi arsip kuno. Dan yang menarik Monumen Pers Nasional telah dilengkapi dengan hellipad. Namun sewaktu saya berkunjung kesana pada 13 Juli 2009 lalu [dan ini merupakan kali pertama saya masuk kesini, meski telah tinggal di Solo selama 20 tahun], saya tidak bisa berkesempatan melihat hellipad tersebut.
Koleksi perpustakaannya lumayan lengkap. Saya bilang lumayan karena disini relatif komplit jika dibandingkan dengan perpustakaan daerah namun kalah lengkap dengan perpustakaan kampus. Buku-buku koleksinya seputar media massa, komunikasi, penerbitan, jurnalisme, serta beberapa koleksi skripsi dan majalah.
Di ruang koleksi arsip kuno, kita dapat menjumpai berbagai koleksi koran kuno. Di museumnya kita akan menemukan berbagai benda-benda yang berkaitan dengan jurnalistik seperti mesin ketik kuno milik Bakrie Soeraatmadja, beliau adalah pemimpin redaksi surat kabar “Sipatahoenan” sebuah koran berbahasa Soenda. Selain itu ada diorama perjuangan bangsa dan patung para tokoh pers nasional serta peninggalan-peninggalan yang lain.
Monumen Pers Nasional dulu dinaungi oleh Departemen Penerangan. Pasca departemen ini dilikuidasi oleh Presiden Abdurrahman Wahid, kemudian diubah sebagai UPT pada Lembaga Informasi Nasional. Kemudian, pada saat ini berada dibawah naungan Departemen Komunikasi dan Informasi dibawah Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi. Berkunjung kesini pokoknya menyenangkan dan mengasyikkan dech… Banyak referensi dan catatan sejarah Indonesia ada disini.
0 comments:
Post a Comment