Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) di
Indonesia kini tengah diliputi kelangkaan suplai dalam negeri. Kasus
terakhir, solar sempat menghilang dari pasaran karena terbatasnya stok
solar dan mengakibatkan antrian kendaraan yang panjang di berbagai kota.
Kelangkaan dan keterbatasan produksi BBM ini pun mendorong Dr.
Ir.Endang Yuniastuti, MSi untuk meneliti biofuel dengan bahan dari
tanaman genderuwo sebagai pengganti BBM.
“Tanaman yang memiliki nama latin
Sterculia Foetida Linn ini banyak tumbuh di sekitar pemakaman karena itu
banyak masyarakat yang menyebutnya tanaman genderuwo,” ungkap dosen
Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS) itu ketika
ditemui di ruang kerjanya, Senin (08/04/2013).
Penggunaan bio fuel Genderuwo diakui
olehnya sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan. Ia menyebutkan bahwa
bio fuel ini telah diujicobakan pada sejumlah mesin industri dan mesin
kendaraan 2 tak-4 tak. “Dari hasil ujicoba, bio fuel tanaman genderuwo
memiliki tingkat emisi yang sangat rendah dan tidak menghasilkan polutan
sehingga ramah bagi lingkungan,” tuturnya.
Keuntungan lain dari penggunaan bio fuel
genderuwo, lanjut Endang, adalah harganya yang terjangkau bagi
masyarakat. Ia menyebutkan, dari hasil kalkulasinya harga bio fuel
genderuwo kurang dari Rp 3.000 per liternya. Sebagai perbandingan, bio
fuel tanaman genderuwo lebih efisien daripada tanaman bio fuel lainnya,
seperti jarak. “Campuran bio fuel genderuwo dengan solar dapat 1:10
hingga 1:50, sedangkan tanaman jarak hanya 1:1. Jadi, bio fuel ini lebih
efisien,” tandas dia.
Untuk mendapatkan bio fuel ini, tanaman
genderuwo diolah melalui proses ekstrasifikasi, yaitu biji tanaman
genderuwo yang telah tua kemudian dihancurkan dan diperas untuk diambil
asam lemaknya. Kandungan minyak yang tinggi terutama asam lemak
sterkulat inilah yang menjadikan tanaman yang memiliki sebutan fruits of
mystis ini menjadi potensial sebagai biofuel. Proses tersebut
menghasilkan bio fuel hingga 80%. “Untuk skala lab bisa mencapai 80%,
jika dikompres biasa 70%. Padahal tanaman jarak hanya sebesar 35%,”
terangnya.
Bio fuel yang dihasilkan dari tanaman
genderuwo inipun dapat diolah menjadi bio diesel sebagai bahan bakar
mesin diesel. Berdasarkan penelitiannya sejak 2008, ia mengatakan bahwa
titik didih bio fuel genderuo mencapai 220 derajat, sehingga dapat
digunakan sebagai subtitusi bahan bakar solar. “Titik didih solar hanya
180 derajat, sedangkan bio diesel dari tanaman genderuwo mencapai 220
derajat. Jadi sudah cukup untuk menggantikan solar sebagai bahan bakar
mesin diesel,” tegasnya.
Endang pun menjamin ketersediaan pasokan
bahan baku biji tanaman genderuwo bila akan dilakukan produksi massal
bio fuel tersebut. “Tanaman ini biasa tumbuh di dataran rendah dan
memiliki masa produksi relatuf lebih lama. Tanaman ini juga dapat
bertahan hingga ratusan tahun dengan menghasilkan sepanjang waktu. Ia
setiap saat berbunga dan menghasilkan buah. Tetapi musim besarnya
sekitar Februari-Maret,” kata Endang.
Saat ini dia telah menawarkannya ke
Pertamina untuk produksi massal. “Yang seharusnya memproduksi secara
massal adalah pemerintah. Saya tidak punya lahan untuk budidaya tanaman
ini,” ujarnya. Ia berharap hasil penelitiannya ini dapat dipergunakan
untuk kesejahteraan masyarakat, sehingga tidak hanya sebatas
penelitian.[]
Dr.
Ir.Endang Yuniastuti, MSi
*dikutip semua dari Peneliti UNS Temukan BBN 'Genderuwo' - Universitas Sebelas Maret
0 comments:
Post a Comment