Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Featured Posts Coolbthemes

Wednesday, January 23, 2013

“BLUSUKAN PG” MENONJOLKAN BUDAYA JAWA YANG BERPADU DENGAN KEMERIAHAN PAGELARAN RUTIN

Pengembangan Wisata Sejarah Pabrik Gula: Potensi Bisnis dan Model Pemasarannya
Ditulis Oleh Yuan Harnawan Pamungkas
A.    PENDAHULUAN
Dalam sejarah, produksi gula merupakan salah satu produksi perkebunan tertua dan terpenting yang ada di Indonesia. Melihat sejarah perkembangannya yang panjang, pabrik gula (PG) memiliki dimensi historis pergulaan Indonesia yang notabene telah berdiri di masa kolonialisme Belanda. Apabila dikembangkan secara serius, potensi tersebut bisa dioptimalkan dengan mengemasnya menjadi salah satu komoditas wisata sejarah, seperti halnya situs-situs dan cagar budaya lainnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan apabila dipoles secara impresif, wisata sejarah dapat menjadi industri yang menjanjikan.
Istilah industri sangatlah luas, termasuk industri pariwisata yang menghasilkan nilai ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa: wisata seni dan budaya (misalnya: pertunjukan seni budaya), wisata pendidikan (peninggalan, arsitektur, alat, dan museum), wisata alam (pantai, pegunungan, dan perkebunan), wisata kota (pusat pemerintahan, pertokoan, restoran, hotel, dan tempat hiburan), dan tentunya juga wisata sejarah.
Maka pengemasan pola pariwisata di PG menjadi subtansi yang perlu diwujudkan. Sebagai wisata sejarah, PG memiliki bangunan-bangunan tua masih berdiri tegak. Bukti-bukti peninggalan sejarah seperti itu merupakan aset berharga yang harus dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Terlebih jika dalam upayanya, dapat terintegrasi dengan berbagai aspek lain, khususnya bagi PG yang bermula dari sektor pertanian (agriculture).
Konsep agriculture yang dapat dipisahkan antara kata “agri” dan “culture” maka kombinasi antara aspek pertanian dan kebudayaan merupakan faktor kuat untuk akar pengembangan bentuk wisata kesejarahan. Wisata sejarah dirasa perlu menonjolkan budaya Jawa yang berpadu dengan kemeriahan pagelaran rutin. Seiring dengan hal tersebut, kata “blusukan” yang sedang santer terdengar dapat dijadikan sebagai kampanye khusus untuk menarik antusias wisatawan baik domestik maupun mancanegara untuk berkunjung. Sehingga pada akhirnya wisata sejarah pabrik gula menjadi bisnis yang prospektif.

B.     PERKEMBANGAN DAN POTENSI BISNIS WISATA SEJARAH PG
Wisata sejarah merupakan pilihan untuk mempublikasikan bukti-bukti sejarah yang bermanfaat untuk sarana edukasi dan sarana keuntungan. Akan tetapi belum semua potensi situs sejarah di Indonesia dikelola dengan baik. Di pabrik gula, kondisinya tidak dapat dibilang bagus, beberapa di antaranya sudah mulai rusak. Rerumputan dan perdu menjadi penghias halaman, serta besi dan roda-roda lori tampak berserakan. Apalagi bangunan kuno tidak banyak mengalami perombakan. Sehingga kesan mistis sangat terasa sekali.
Hal ini didukung rendahnya minat masyarakat berkunjung ke tempat-tempat sejarah, minimnya pemanfaatan teknologi informasi, belum tumbuhnya kreativitas program, dan belum terintegrasikannya dengan operasional pabrik. Padahal di Era Global sekarang ini, pelaku bisnis dituntut harus mampu bersaing melakukan inovasi agar dapat memberikan nilai tambah pada setiap industri mereka. Paradigma tentang pabrik gula hanya merupakan tempat proses produksi gula, harus mulai diganti dengan pengembangannya sebagai tempat tujuan wisata sejarah untuk kepentingan edukasi dan rekreasi masyarakat umum.
Terdapat keunggulan teknis yang harus dioptimalkan. Bukti peninggalan sejarah seperti bangunan kuno yang mempunyai arsitektur khas, alat atau mesin-mesin pergulaan, ataupun lori dan kereta uap serta dokumentasi dapat dijadikan materi dalam wisata sejarah. Adanya lahan pabrik yang relatif luas, juga letaknya yang strategis, kemudian budaya masyarakat yang dapat digali sesuai potensi maka tidak salah apabila disebut wisata sejarah memiliki prospek yang baik khususnya dalam melebarkan sayap bisnis perusahaan. PG harus mampu mengatur tata kelola seperti mulai melakukan renovasi, pendokumentasian arsip sejarah yang baik dan detail, dan penyediaan fasilitas tambahan.

C.     “BLUSUKAN PG” SEBAGAI MODEL PEMASARAN WISATA SEJARAH PG
Mewacanakan program “Blusukan PG” maka secara intensif mengampanyekan gerakan wisata sejarah dan secara persuatif mengundang penuh masyarakat agar tertarik untuk mengunjungi PG sebagai ajang wisata yang menarik. Tentunya keberhasilan hal ini harus didukung oleh bentuk paket wisata yang unik dan model pemasaran yang apik. Berikut dituliskan beberapa gagasan mengenai model dan strategi pemasaran pabrik gula sebagai objek wisata sejarah berbasis budaya, yaitu:
1.      Event atau Pagelaran sebagai Branding
Berbagai event atau pagelaran yang dikemas dengan balutan kegiatan yang ekspresif, menarik, atraktif, serta edukatif atau bahkan edukatif akan mudah sekali diterima oleh kalangan masyarakat. Agar lebih berkarakter, unsur budaya Jawa dan kedaerahan perlu diangkat dalam bentuk kegiatannya. PG merupakan hilir dari interaksi industri, masyarakat petani dan budayanya. Beberapa jenis tradisi dalam masyarakat sebenarnya merupakan representasi adanya PG yang ada seperti tradisi buka giling.
Pengemasan secara baik dan rutin dalam festival kebudayaan, dapat memberikan keuntungan komersiil dan pelestarian sejarah yang menjadi kredit tersendiri dan bahkan dapat menggaet sumber dana lain dari pihak sponsor/donatur. Event ini dapat dijadikan branding, juga memacu masyarakat untuk menggali potensi kebudayaan seperti kirab, upacara wiwitan (panen), cembengan, jatilan, dan tayub. Event seperti ini juga bisa masuk dalam agenda daerah yang melibatkan pemerintah setempat dan sektor lainnya.
2.      Museum Pabrik Gula
Museum Pabrik Gula adalah bentuk wisata yang memungkinkan untuk memberikan nilai lebih tanpa memerlukan biaya mahal dan tidak mengganggu proses produksi. Untuk mendongkrak jumlah pengunjung, dapat dilakukan dengan Gelar Pameran menampilkan koleksi yang dimiliki serta rangkaian acara menarik seperti talkshow, pertunjukan budaya, pemutaran film, workshop, seminar, dan masih banyak lagi. Hal ini tentu mendukung pencanangan program Tahun Kunjungan Museum dan Gerakan Nasional Cinta Museum sejak 2010 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
3.      Agrowisata yang Terintegrasi
Mengelola agrowisata dengan unit usaha yang memiliki lokasi berpemandangan indah, sejuk dan berpotensi wisata karena keunikannya, dapat dikembangkan melalui penataan lingkungan seperti jalan-jalan perkebunan yang ada dibuat teratur dan rapi, ditambahkan fasilitas taman bermain dan rekreasi keluarga, anjangsana/panggung budaya, restoran, tempat penjualan souvenir, wisata perkebunan dan PG dengan fasilitas Kereta Api (Lory) peninggalan jaman Belanda, atau juga paket outbound atau camping. Sehingga akan menyediakan sisi kenyamanan tersendiri yang lengkap serta terintegrasi dengan nilai sejarah dan keindahan futuristik desain bangunan maupun kesan suasana yang ada.
4.      Menyelenggarakan Perlombaan
Berbagai jenis perlombaan juga dapat dilakukan sebagai upaya menarik wisatawan untuk “Blusukan PG”. Antara lain perlombaan film dokumenter, fotografi, lukisan, maupun tarian tradisional. Sasaran peserta dan tema yang diusung dalam perlombaan tersebut pun juga bias sangat beragam. Contohnya lomba fotografi bertemakan bangunan PG. Hal ini dapat dinilai sebagai sarana promosi secara tidak langsung yang sangat bermanfaat.
5.      Paket Wisata
Paket wisata itu penting. Upaya memasukkan program study tour ke PG dilakukan dengan mengadakan sosialisasi ke pihak sekolah. Kegiatan semacam ini akan menghasilkan efek berantai yang menguntungkan sektor wisata. Penyebaran modul atau leaflet sebagai media informasi juga penting untuk mengenalkan wisata sejarah yang dimiliki. Disamping itu dapat pula paket diskon bagi pengunjung, serta paket khusus di hari-hari tertentu.
6.      Membentuk Tim Terpadu 
Tim pengelola wisata sejarah ini diperlukan baik itu untuk tugas kajian atau riset pasar maupun dalam tahap pengoperasian wisata dan pengembangannya. Riset pasar diperlukan agar mampu mengakses informasi pasar serta menganalisisnya. Pengoperasian wisata meliputi pembangunan, pemeliharaan, maupun manajemen pengelolaan. Sedangkan pengembangan adalah tugas tim untuk mempromosikan wisata dan menarik investor.
7.      Kerja Sama Intensif
Kerja sama dapat diciptakan melalui kesinambungan komunikasi aktif antara pihak PTPN atau pengelola dengan pihak pemerintah (pusat maupun daerah), instansi-intansi yang berpeluang menjadi mitra acara (sponsor), dunia pendidikan, budayawan, tokoh masyarakat, dan sejarawan itu sendiri. Misalnya kerjasama dengan jasa tour & travel untuk memasukkan kunjungan ke PG dalam paket wisatanya. Juga contohnya dengan masyarakat, untuk menyebarkan info mengenai wisata sejarah dari mulut ke mulut.
8.      Pelatihan Bisnis Pariwisata bagi Masyarakat
Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) memberikan pelatihan Pariwisata ke masyarakat di lingkungan PG dengan materi-materi tentang kepariwisataan seperti ticketing, guiding hingga tour planning. Peserta dilatih agar memiliki kemampuan membuat paket tur hingga membuat range harga untuk paket tur yang ditawarkan.
9.      Media Online atau Social Media
Perkembangan teknologi informasi dapat dimanfaatkan sebagai ruang promosi misalnya dengan pengelolaan web untuk ber-iklan/promosi tentang keunggulan wisata sejarah. Kemudian melalui jejaring sosial seperti facebook/twitter, yang menumbuhkan interaksi dengan berbagai komunitas yang ingin mendapatkan informasi tentang wisata sejarah PG. Sehingga beragam komentar, saran, kesan maupun penilaian dari masyarakat tentang potensi wisata akan mudah dihimpun dan ditanggapi.
10.  Slogan “Blusukan PG”
Untuk menegaskan keberadaan wisata sejarah PG beserta strategi pemasaran yang dilakukan maka penting bagi pengelola memiliki sebuah Imaging Word yang merupakan wacana andalan sebagai slogan persuatif seperti mengampanyekan “Blusukan PG”. Kata “blusukan” sendiri saat ini sangat familier dengan masyarakat sehingga dapat dijadikan pencitraan sosialisasi khusus untuk menarik antusias wisatawan agar mau berkunjung.

D.    KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini antara lain:
  1. Pabrik gula (PG) memiliki dimensi historis pergulaan Indonesia, potensi yang bisa dioptimalkan dengan mengemasnya menjadi salah satu komoditas wisata sejarah.
  2. Wisata sejarah perlu menonjolkan budaya Jawa yang berpadu dengan kemeriahan pagelaran rutin, dibarengi wacana “Blusukan PG” untuk menarik antusias wisatawan.
  3. Keberhasilan wisata sejarah harus didukung oleh bentuk wisata dan model pemasaran apik, seperti event, museum, agrowisata, perlombaan, paket wisata, tim, kerja sama, pelatihan bisnis bagi masyarakat, media online, serta slogan khusus.

REFERENSI
Anonim. 2010. Dari Rencana Pengembangan Wisata di Pabrik Gula Rendeng (1). http://www.jawapos.co.id/. Diakses 11 Januari 2013
Balitbangtan. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu. Edisi Ke Dua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 2007
Okezone. 2012. http://www.okezone.com/
PTPN X. 2012. http://www.ptpn10.com/

0 comments:

Post a Comment